Selasa, 28 April 2009

Musyarakah

MUSYARAKAH

Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat kongsi) adalah bentuk umum dari usaha hasil dimana dua orang atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan peoposal bias sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proposal modal. Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan memadukan seluruh sumber daya.
Ketantuannya, antara lain :
1. Pernyataan ijab dan qobuil harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hokum, dan memperhatikan hal-hal berikut :
Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjan.
Setiaop mitra memiliki hak untuk mengatur asset musyarakah dalam proses bisnis normal.
Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang untuk mengelola asset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.
Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
1. Obyek akad adalah modal, ketrja, keuntungan dan kerugian.
Pengertian secara bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa arab yang berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam bahasa arab berasal dari syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) menurut arti asli bahasa arab, syirkah berarti mencampurkan dua bahagian atau lebih sehingga tidak boleh dibedakan lagi satu bahagian dengan bahagian lainnya, (An-Nabhani).
Pengertian secara fiqih
Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad antara 2 pihak atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani).
Bentuk Musyarakah
Hokum Syirkah
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadist nabi saw berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat baginda diutuskan oleh Allah sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara ber-syirkah dan nabi Muhammad saw membenarkannya. Sabda baginda sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla telah berfirman; Aku adalah pihajk ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu Dawud, al Baihaqi dan ad Daruquthni) Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aba MAnhal pernah mengatakan, "aku dan rakan kongsiku telah membeli sesuatu dengan cara tunai dan hutang." Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin Azib. Kami lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, " aku dan rakan kongsiku, Zaiq bin Arqam, telah mengadakan perkongsian kemudian kami bertanya kepada nabi s.a.w. tentang tindakan kami. Baginda menjawab barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silalah kalian ambil. Sedangkan yang (diperoleh) secara hutang, silalah kalian bayar hokum melakukan syirkah dengan kafir zimmi hokum melakukan syirkah dengan kafir zimmi juga adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: " Rasulullah saw pernah memperkerjakan penduduk khaibar (penduduk Yahudi) dengan mendapat bahagian hasil tuaian buah dan tanaman"
Rukun Syirkah
Rukun syirkah yang asas ada 3 perkara yaitu:
a) Akad (ijab-Kabul) juga disebut sighad.
b) Dua pihak yang berakad (‘aqidani), mesti memiliki kecekapan melakukan pengelolaan harta
c) Obyek aqad (maghar) juga disebut ma’qud alaihi, samada modal atau pekerjaan.
Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah obyek tersebut boleh dikelola bersama atau diwakilkan.
Pandangan MAzhab Fiqih tentang Syirkah Hanafi berpandangan ada empat jenis syirkah yang syari’e yaitu syirkah inan, mudharabah dan wujud. (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu) Mazhab Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan dan mudharabah. Menurut mazhab syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syuirkah yang sah yaitu inan dan mudharabah. Mazhab hanafi dan zaidiah berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan, mumudharabah, wujuh dan mufawadhah.
Adapun perkongsian boleh samada berkongsi hak milik (syirkatul amlak) atau dan perkongsian aqad syeikh taqiuddin An-Nabhani dalam kitabnya system ekonomi alternative perspektif islam berijtihad terdapat 5 jenis yang syari’e sama seperti pandangan mazhab hanafi dan zaidiah.
1) Syirkah Inan
Syirkah inan adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap pighak menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah inan: khalid dan faizal berkongsi menjalankan perniagaan burger bersama-sama dan mesing-masing mengeluarkan modal RM500 setiap perkembangan ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan ijma’ sahabah. Disyaratkan bahwa modal yang dikongsi adalah berupa wang. Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta mestilah diakadkan pada awal transaksi. Perkongsian ini dibangunkan oleh konsep perwakilan (wakalah) dan kepercayaan (amanah). Sebab masing-masing pihak, dengan memberi atau berkongsi modal kepada eakan kongsinya untuk mengelolakan perniagaan. Keuntungan adalah berdasarkan kesepakan semua pihak yang berfungsi manakala kerugian berdasarkan peratrusan modal yang dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-jami’ meriwawatkan dari Ali r.a yang mengatakan: "kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan bergantung kepada apa yang mereka sepakati"
2) Syirkah Abdan
3) Syirkah Mudharabah
4) Syirkah Mufawadhah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar